Subscribe:

Rabu, 30 Oktober 2013

Fenomena Penyakit Telat

Sebuah persoalan klasik yang kerap kali muncul di setiap perusahaan adalah karyawan yang terlambat datang kerja. Kita sebut “klasik” karena Fenomena Penyakit Telat ini dapat menimpa perusahaan baru maupun yang sudah berumur puluhan tahun; bukan cuma karyawan biasa tapi para manajer bahkan direktur mudah terjangkit penyakit ini; selain itu, bisa ditemukan baik di barat dan di timur.
penyakit telat
Alasan mengapa mereka terlambat pun itu-itu juga. Bagi yang sudah lihai malah memiliki berbagai kiat untuk meloloskan diri dari teguran. Saking “klasik”nya banyak dari kita yang menerima hal ini sebagai bagian dari kenyataan hidup. Jika kita mau memperhatikan, sebenarnya sedikit sekali keterlambatan itu disebabkan oleh alasan-alasan yang bertujuan baik, namun lebih banyak karena alasan-alasan yang tidak layak bahkan sepertinya menjadi kebiasaan yang tak mudah dihentikan. Alasan paling umum adalah kemacetan lalu lintas, kendaraan mogok, terlambat bangun, sakit perut atau  pusing, mengantar anak ke sekolah, ada saudara jauh datang. Barangkali memang sebagian alasan itu benar dan sulit dihindari namun bila hal itu berlangsung berulang-ulang maka ada yang tak beres dalam diri terjangkit.
Banyak nasehat klasik pula untuk mengatasi hal itu, misal, berangkatlah lebih awal, periksalah kendaraan secara teratur, bangunlah lebih pagi, jangan tidur terlalu larut malam, pilihlah rute yang lebih cepat atau bila perlu pindah kediaman ke lokasi yang lebih dekat tempat kerja. Banyak orang tahu nasehat itu, mereka bisa melakukannya namun sayangnya sedikit sekali yang mau memenuhinya.
Pada tingkat organisasi, banyak perusahaan yang berupaya memperkecil tingkat keterlambatan dengan membuat  berbagai peraturan. Ada yang menyediakan penghargaan dan bonus bagi yang tak pernah terlambat dalam periode waktu tertentu. Sebaliknya ada yang menerapkan sanksi potongan income atas setiap keterlambatan. Ada yang  menyediakan jasa antar jemput, uang transport atau bahkan mess karyawan. Tetapi sedikit sekali upaya tadi memberikan hasil yang memuaskan. Bila ada, perubahan hanya terjadi di awal-awal penerapan kebijakan. Setelah itu, seolah tak berbekas.
Menyikapi permasalahan ini, banyak pakar manajemen dan psikologi melakukan penelitian hingga mereka mengungkapkan bahwa keterlambatan lebih banyak disebabkan oleh faktor sikap bukan alasan itu sendiri. Sikap adalah keseluruhan kecenderungan yang mengarah pada sesuatu. Sikap merupakan unsur kepribadian yang dapat berkembang dan berubah.
Meski tidak selalu seperti yang diharapkan, sikap berkaitan erat dengan tindakan. Kekuatan sikap merupakan ukuran arti penting sikap itu bagi seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana bahwa “penyakit” telat, apa pun alasannya, menunjukkan bagaimana sikap si penderita dalam memandang pekerjaannya. Singkat kata ia tak cukup memiliki penghargaan terhadap pekerjaannya karena sebenarnya ia tak memiliki cukup harga diri bahwa pekerjaan membutuhkan dirinya.
Jadi kesimpulannya jangan harap kita mendapatkan penghargaan dari rekan-rekan kantor, tim kerja atau perusahaan, bila kita sendiri tidak menunjukkan sikap menghargai mereka.
Perhatikan wajah-wajah mereka yang menunggu kita datang telat dalam suatu rapat. Mereka menganggap bahwa kita mengabaikan mereka. Barangkali kita merasa diri kita begitu penting sehingga mereka mau menunggu, namun sesungguhnya kita tak cukup menghargai mereka bahkan sebenarnya tak sedang menghargai diri kita sendiri. Oleh karena itu bila kita tak mendapat kesempatan untuk memperoleh banyak kepercayaan dari lingkungan, maka salahkan  diri kita sendiri yang tak memiliki harga diri ini

0 komentar:

Posting Komentar