Subscribe:

Sabtu, 08 Desember 2012

Kalkulasi Cinta

“Capek dech…. Pembantu mudik lebaran, liburan malah main golf lah, yang pergi ketemu teman lah, nongkrong ke toko buku (kegiatan yang nggak sempet dilakukan waktu hari kerja). Nggak tau orang sedang sibuk apa ya. Ada anak-anak yang harus di urus, makannya, mandinya, cuci bajunya, bersih-bersih rumah! Enak bener jadi laki-laki!” Omel si istri uring-uringan terhadap si suami yang tidak ada di rumah.

Puncak kemarahan, saat malam hari si suami melempar baju bekas pakai dengan sembarangan, dan akhirnya pertengkaran sengit pun tidak bisa dihindarkan lagi. “Aku bukan pembantu tau! Dari dulu semua masalah di rumah ini harus aku yang ngurusin! Hari kerja, kamu enak-enakan di luar sana, bisa bercanda dengan teman-teman kantor! Bisa makan siang di restoran! Sekarang ngak ada pembantu, bukannya bantuin ngurus anak dan rumah, malah pergi nyenengin diri sendiri! Aku bener2 nggak tahan lagi!” teriakan di tengah malam pun berubah menjadi tangisan yang memilukan.

Saat Sedang Lelah, Kecewa, Sedih, dan Terpuruk, Apa yang Bisa Membuat Anda Merasa Lebih Baik?

Buat saya, perubahan mood mendadak dari kondisi senang menjadi sedih, adalah hal yang biasa. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan kita hadapi di hari yang baru. Jadi, hari yang terasa indah di awal, kadang bisa berakhir dengan kekecewaan. Siapa pun pasti pernah mengalaminya, termasuk Anda.

Namun, saya merasa sangat beruntung sebagai orang yang telah menikah, dan dikaruniai seorang putri kecil yang cantik. Setiap saya pulang bekerja, mereka selalu menyambut saya dengan senyuman dan pelukan hangat. Rasanya, semua beban pekerjaan yang masih menyangkut di pikiran, sirna begitu saja.

Bagi saya, pelukan dan sentuhan dari pasangan, atau pun sang buah hati, berati lebih dari sekadar sentuhan biasa. Begitu sarat kasih sayang dan cinta yang tulus. Maka itu, saya tidak akan pernah meremehkan hal ini. Sebisa mungkin, sebuah pelukan singkat saya berikan kepada anggota keluarga, karena saya sendiri sudah membuktikan efek positifnya bagi jiwa saya.
Seorang terapis keluarga dari luar negeri, Virginia Satir, mengatakan bahwa untuk bertahan hidup kita membutuhkan empat pelukan dalam sehari. Untuk kesehatan, diperlukan delapan pelukan per hari. Dan untuk pertumbuhan, awet muda, dan kebahagian kita membutuhkan 12 pelukan seharinya. Menakjubkan, ya?

Pertengkaran itu selalu ada

Kehidupan perkawinan yang adem ayem selamanya bisa jadi hanya mimpi belaka. Karena, seharmonis apa pun hubungan suami-istri, pasti ada kerikil-kerikil kecil yang menghalangi. Tapi, itulah bumbu kehidupan yang harus dinikmati!
"Apa yang salah dengan kehidupan perkawinanku?" Mungkin, pertanyaan itu kerap terlintas di benak Anda sesaat setelah terjadi pertengkaran dengan pasangan. Apalagi jika selisih paham yang terjadi cukup besar sehingga membuat Anda harus "perang dingin" dengannya selama beberapa hari. Rasanya, semua beban dunia ada pundak Anda, memang berlebihan...tapi memang begitulah rasanya.
Saya rasa, tidak ada perkawinan yang bahagia sepanjang masa, dari menikah sampai maut memisahkan. Walaupun, saya tidak memungkiri, kalau kita semua berharap seperti itu saat mengucapkan janji setia sehidup semati. Namun, kita tetap harus bersiap, karena batu sandungan pasti ada dalam sebuah rumahtangga.
Apa sih yang biasanya menjadi topik pertengkaran antara pasangan? Cinta, anak, atau uang? Semuanya! Dalam setiap rumahtangga, subjek apa pun bisa menyulut perselisihan. Jujur saja, dalam kehidupan saya, yang menjadi satu-satunya sumber permasalahan adalah uang. Setiap kali pembicaraan santai di pagi, sore, atau malam hari menyinggung sedikit saja tentang uang, otot saya dan pasangan mulai menegang. Jadinya, kami berdua sering mengindahkan hal itu demi keharmonisan hubungan.
Apa pun yang menjadi topik sensitif yang "tabu" diobrolkan bersama pasangan, dengan alasan menghindari suasana yang tidak kondusif, kita tidak akan bisa menyingkirkannya selamanya. Mood yang tidak bagus, tekanan dalam pekerjaan, atau masalah lainnya, bisa menjadi pemicu pertengkaran. Salah omong sedikit saja mampu menyinggung harga diri kita.
Cara terbaik menyikapi setiap pertengkaran adalah dengan menghadapinya. Jangan menghindar! Menghindar bukanlah solusi, melainkan sebuah penundaan. Jangan takut untuk bertengkar, karena itu hal yang wajar. Justru, perkawinan akan terasa hambar tanpa adanya beda pendapat, salah paham, dan perbedaan prinsip yang menjadi bumbu keharmonisan.
Justru jadikanlah momen itu untuk ajang saling mengenal lebih dalam lagi. Jangan bersedih, karena setiap kali sebuah pertengkaran berakhir dengan damai, kita menaiki satu level baru dalam sebuah kehidupan rumahtangga. Tapi juga jangan menutup diri dari kenyataan. Karena pertengkaran yang terus-menerus terjadi, lebih lagi tanpa adanya sebab yang jelas, bisa menjadi tanda bahwa hubungan sedang tidak sehat. Lakukan cara apa pun untuk memperbaikinya. Tapi, jika menemui jalan buntu, ingatlah bahwa kita pantas dan berhak mendapatkan hidup yang berkualitas sebagai seorang individu.
Bukalah mata lebar-lebar! Di satu sisi kita harus tetap berpikir positif, di sisi lain kita juga jangan mengharapkan sesuatu bagaikan punuk merindukan bulan, mengangankan kehidupan rumahtangga yang happily ever after, layaknya dongeng Cinderella, Sleeping Beauty, atau Snow White. Pertengkaran itu akan selalu ada dan dialami setiap pasangan suami-istri, namun dengan selalu berpikir positif, pertengkaran itu bisa dijadikan motivasi untuk mewujudkan kehidupan perkawinan yang lebih baik lagi

Biskuit Gosong

Kisah nyata ini di-posting seorang tanpa nama di sebuah situs website. Rasanya, patut disimak bagi para orangtua atau anak agar mau menerima segala perbedaan / kekurangan dalam sebuah keluarga. Beginilah kisahnya:
Sewaktu aku kecil, ibuku kadang suka membuatkan kue-kue camilan untuk makan malam. Suatu malam sepulang dari kantor, ibu membuatkan biskuit. Ternyata biskuit-biskuit buatannya gosong. Meski begitu, ibu tetap menyajikan biskuit-biskuit gosong itu di depan ayahku. Aku sudah tak sabar menunggu reaksi ayahku! Tapi, yang dilakukan ayah adalah mengambil biskuit itu, tersenyum pada ibuku, dan bertanya padaku perihal sekolahku. Ayah mengoleskan mentega ke biskuit itu dan memakannya!
Ketika aku meninggalkan meja makan malam itu, ibuku meminta maaf pada ayah karena biskuitnya gosong. Dan reaksi ayahku adalah, "Sayangku, aku suka sekali biskuit gosong."
Sewaktu ayah mengantarkan aku tidur, aku bertanya apakah ia benar-benar menyukai biskuit gosong itu. Ayah memelukku dan berkata, "Ibumu sudah bekerja keras hari ini dan ia pastinya sangat lelah. Lagipula, sebuah biskuit gosong takkan membuat orang menderita."
Netter yang Bijaksana
Sungguh luar biasa sikap si ayah dalam kisah nyata ini. Sahabat, memang tiada yang sempurna dalam kehidupan ini. Begitu pula, tiada manusia yang sempurna. Terkadang kita melupakan hari ulangtahun orang-orang terdekat kita atau hal terpenting lainnya yang terkait orang terkasih kita. Tapi, sering kali hal-hal sepele ini berubah menjadi masalah besar dalam keluarga kita. Akhirnya, orangtua bertengkar pada anak-anaknya, dan begitu sebaliknya.
Kisah ini mencoba mengingatkan kita untuk belajar menerima setiap kekurangan atau kesalahan orang lain, khususnya anggota keluarga kita. Mari kita belajar untuk menghargai perbedaan tiap-tiap anggota keluarga kita. Karena itulah salah satu kunci terpenting untuk menciptakan hubungan keluarga yang sehat dan harmonis. Jangan biarkan "biskuit yang gosong" meretakkan keharmonisan dalam keluarga kita.
Jika kisah ini menginspirasi Anda, cobalah untuk membagikannya pada orang lain. Kemungkinan kisah ini membawa berkah bagi siapa pun yang Anda akan kirim

Love You Mom



Di sebuah website ditemukan kisah ini, yang bercerita mengenai pengalaman seorang pria dengan ibunda tercintanya. Semoga bisa menginspirasi kita semua untuk semakin mencintai keluarga kita dan orang terkasih kita lainnya.

Setelah menjalani pernikahan selama 21 tahun, istriku ingin aku mengajak wanita lain pergi makan malam dan nonton. Begini kata istriku, \"Aku mencintaimu, tapi aku tahu betul wanita ini juga mencintaimu dan dia akan senang sekali bisa pergi berduaan denganmu.

Wanita lain yang dimaksud istriku itu adalah IBU-ku sendiri, yang sudah menjadi seorang janda selama 19 tahun. Istriku ingin aku mengunjunginya mengingat selama ini kesibukan di kantor dan dengan ketiga anak kami membuat aku jarang menemui Ibu. Malam itu juga aku menghubungi ibu untuk mengajak keluar makan malam dan nonton di bioskop. \"Ada apa ini, kamu baik-baik saja kan? tanya Ibu.

Ibu memang tipe wanita yang mencurigai sebuah telepon di larut malam atau undangan yang tiba-tiba sebagai pertanda sesuatu yang buruk. \"Kupikir akan menyenangkan menghabiskan waktu denganmu.\" Aku menjawab, \"Hanya kita berdua saja.\" Ibu diam sejenak, dan berkata lagi, \"Aku suka sekali.\"

Di hari Jumat setelah jam kantor, selagi berkendara menuju rumah Ibu, aku merasa sedikit gugup. Begitu tiba di depan rumah, kuperhatikan Ibu juga kelihatannya gugup dengan rencana kencan kami ini. Ia menunggu di depan pintu dengan mengenakan mantelnya. Rambutnya disanggul rapi dan pakaian yang dipakai saat itu adalah gaun yang pernah dikenakannya saat merayakan ulang tahun terakhir pernikahannya. Senyuman di wajah Ibu tampak sangat berseri-seri seperti malaikat. \"Aku cerita pada teman-temanku kalau aku akan pergi dengan putraku. Dan mereka sangat terkesan,\" kata Ibu, sembari masuk ke dalam mobil. \"Mereka tak sabar ingin segera mendengar tentang pertemuan kita.\"

Kami pun melaju menuju sebuah restoran yang meskipun tidak terlihat elegan, tapi sangat menyenangkan dan nyaman. Ibuku memegang tanganku seolah ia Ibu Negara. Setelah kami duduk, aku membacakan menu untuk Ibu. Matanya hanya bisa membaca tulisan berukuran besar. Saat asyik menelusuri daftar menu, tak sengaja aku melihat ke arah Ibu dan kulihat ia tengah duduk sambil menatapku. Sebuah senyuman nostalgia terlihat di bibirnya. "Dulu akulah yang harus membacakan menu sewaktu kamu kecil,katanya. Kalau begitu, sekarang Ibu bisa bersantai dan biarkan aku yang gantian membacakannya,jawabku.

I Love You, Nak.

Saat itulah, aku menjadi paham pentingnya mengatakan tepat pada waktunya: I LOVE YOU dan menghabiskan waktu bersama orang-orang yang kita kasihi.
______________
Memang tiada yang lebih penting dalam hidup ini selain keluarga kita. Luangkan waktu sejenak untuk bersama mereka karena hal-hal seperti ini tidak bisa ditunda-tunda lagi. Jika kita menundanya, kita mungkin malah akan kehilangan kesempatan itu untuk selamanya

Hadiah terindah

Alkisah suatu hari di tahun 1945, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun melihat sesuatu di sebuah etalase toko. Begitu melihat benda itu, jantungnya berdebar cepat. Sayangnya, harganya terlalu mahal bagi kantong anak itu, yaitu sebesar 5 dolar.

Anak yang bernama Reuben Earle itu tak mungkin meminta uang pada ayahnya. Sang ayah hanyalah seorang nelayan yang berpenghasilan pas-pasan. Meski begitu, ia memberanikan diri membuka pintu toko itu dan masuk ke dalam. Ia menceritakan pada pemilik toko apa yang diinginkannya, sambil menambahkan, "Tapi, aku sekarang belum punya uangnya. Bisakah Bapak tolong menyimpan barangnya untukku?"

"Bapak usahakan ya," si pemilik toko itu tersenyum.

Reuben menyentuh ujung topinya yang robek sebagai ucapan terima kasih, lalu berjalan ke luar. Di setiap langkahnya mengandung tekad bulat. Ia akan mengumpulkan lima dolar dan tidak bercerita pada siapa pun.

Ketika mendengar bunyi suara alat tempa di pinggir jalan, di benak Reuben muncul satu ide. Ia menghampiri asal bunyi itu dan berhenti di lokasi proyek pembangunan. Hari itu ia mendapatkan dua karung paku, yang dibawanya ke pabrik limbah kayu dan menjualnya pada bapak yang bertugas mengumpulkan paku-paku.

Tangan Reuben menggenggam erat koin-koin sen hasil upahnya saat berlari pulang yang jaraknya sejauh dua km. Reuben tiba di rumah tepat pada waktu makan malam. Ayahnya duduk di meja dapur yang besar, sambil sibuk membuat jaring ikan. Sedangkan, ibunya ada di dapur tengah mempersiapkan makan malam saat Reuben menempati tempat duduknya di meja makan.

Ia menatap ibunya dan tersenyum. Cahaya matahari sore dari jendela menerpa rambut pirang sebahunya. Dengan perawakan kurus dan cantik, ibunya itulah yang menjadi primadona di rumah, perekat keluarga.

Setiap hari setelah mengerjakan tugas dan bersekolah, Reuben menjelajahi kota untuk mengumpulkan paku-paku yang tercecer. Ketika jadwal liburan sekolah, di antara siswa lainnya Reuben-lah yang tampak sangat gembira. Sekarang ia punya banyak waktu untuk mengerjakan misinya. Sepanjang masa libur, di samping menyelesaikan tugas-tugasnya di rumah yaitu menyiangi dan menyirami taman, memotong kayu dan mengambil air, Reuben tetap melakukan pekerjaan rahasianya.

Sering kali ia merasa kedinginan, lelah, dan lapar, tapi bayangan barang di etalase toko membuatnya bertahan. Kadang ibunya bertanya, "Reuben, kau dari mana saja? Kami sudah menunggumu untuk makan malam."

"Main, Bu. Maaf." Sang ibu menatap wajah Reuben, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Akhirnya, musim semi datang memunculkan pucuk-pucuk hijau yang segar dan semangat Reuben membuncah. Waktunya sudah tiba! Ia berlari menuju gudang, memanjat ke atas loteng jerami, dan membuka bekas kaleng timah. Ia mengeluarkan koin-koinnya dan mulai menghitung.

Lalu, ia menghitung ulang. Ia masih butuh 20 sen lagi! Masih bisakah dia mendapat empat kantong dan menjualnya sebelum malam hari?

Reuben melewati Water Street. Bayangan dirinya mulai memanjang ketika Reuben tiba di pabrik. Pembeli kantong baru akan menutup pabriknya. "Pak! Tolong jangan ditutup dulu." Bapak itu menoleh dan melihat Reuben yang tampak kotor dan berkeringat. "Datanglah lagi besok, Nak."

"Tolong, Pak, aku harus jual kantong-kantong ini sekarang.. tolong." Bapak itu mendengar nada bergetar di suara Reuben dan hampir saja meneteskan air mata. "Kenapa sepertinya kau sangat membutuhkan uang?"

"Itu rahasia."

Bapak itu mengambil kantong-kantong yang dibawa Reuben, mengambil uang di dalam kantongnya, dan menaruh empat koin di tangan Reuben. Reuben menggumamkan kata terima kasih dan berlari pulang. Lalu sambil menggenggam kaleng timah, ia berlari menuju toko.

Si pemilik toko mendekati etalase toko dan mengambil "harta" Reuben. Ia membersihkan debu yang menempel dan dengan hati-hati membungkusnya dalam kertas cokelat. Lalu, ia menaruh bungkusan itu di tangan Reuben.

Reuben pulang dengan terburu-buru, dan begitu sampai langsung menghambur masuk ke dalam rumah lewat pintu depan. Ibunya tengah membersihkan kompor di dapur. "Ini, Ibu! Ini!" Reuben berteriak ketika lari menghampiri ibunya. Ia menaruh sebuah kotak kecil di tangan ibunya yang tampak kasar.

Ibu membukanya perlahan, supaya kertas pembungkusnya tidak sobek. Terlihat sebuah kotak perhiasan warna biru-beludru. Ibu membukanya, dan airmata mulai mengalir mengaburkan pandangannya. Di dalamnya terdapat sebuah bros kecil berbentuk almond dengan tulisan bersepuh emas: IBU.
\"\"

Hari itu bertepatan dengan Hari Ibu, di tahun 1946. Ibunya tak pernah mendapat hadiah seberharga itu. Ia pun tak punya perhiasan selain cincin kawinnya. Tanpa bisa berkata-kata, ibu tersenyum dan mendekap anaknya dengan hangat.

Surat Cinta Untuk Anakku

Anakku,
Ketika aku mulai tua, aku tidak lagi seperti dulu.
Tolong mengertilah, dan cobalah untuk bersabar terhadapku.


Ketika aku menumpahkan sup di pakaianku,

ketika aku lupa cara mengikat tali sepatu,
tolong ingatlah, bagaimana dulu aku mengajari kamu dengan memegang tanganmu.

Ketika aku berkata sesuatu berulang kali sampai kamu malas mendengarnya,

bersabarlah untuk mendengarkannya. Jangan potong pembicaraanku.
Ingatkah di saat kamu kecil, aku mesti mengulangi cerita sampai berapa kali sehingga kamu bisa tertidur pulas.

Ketika aku meminta kamu untuk memandikanku, tolong jangan salahkan aku.

Masih ingatkah ketika kamu kecil, aku mesti mencari cara membujukmu untuk mandi.

Ketika aku tidak mengerti tentang perkembangan teknologi dan masalah baru,

janganlah menertawakan aku.
Cobalah ingat dulu betapa aku sabar menjawab semua pertanyaan "mengapa" dari kamu.

Ketika aku sulit berjalan karena kaki terasa lelah, tolong ulurkan tanganmu yang kuat itu untuk memapahku.

Seperti waktu kamu kecil, aku mengajarimu berjalan.

Ketika aku lupa akan topik yang sedang kita bicarakan,

berikan aku beberapa waktu, untuk aku mengingat kembali.

Sebenarnya bagiku, masalah topik itu tidaklah penting.

Asalkan kamu mau bersabar mendengarkanku, bagiku itu sudah cukup.

Ketika kamu melihat aku makin menua, janganlah bersedih.

Mengertilah, dan dukunglah aku.
Seperti yang aku lakukan ketika kamu baru memulai perjalanan hidup di dunia ini.
Saat itu, aku yang menuntun kamu untuk berjalan di kehidupan ini.
Dan sekarang, temanilah diriku untuk melanjutkan perjalanan terakhirku ini.

Berikan kasih sayang dan kesabaranmu.

Aku akan penuh syukur dan tersenyum.
Dan senyuman ini berisi kasih tak terhingga dari diriku untukmu.

Mulianya kasih ibu



Alkisah ada seorang ibu muda yang menapakkan kakinya di jalan kehidupan. "Jauhkah perjalanannya?" tanyanya. Dan si pemandu menjawab, "Ya, jalurnya berat. Dan kau akan menjadi tua sebelum mencapai akhir perjalanan. Tapi akhir perjalanan akan lebih baik dari awalnya."

Ibu muda itu tampak berbahagia, tapi dia tidak begitu percaya kalau segala sesuatunya bisa lebih baik dari masa-masa yang sudah dilewatinya. Ibu itu pun bermain-main dengan anak-anaknya, mengumpulkan bunga-bunga bagi mereka di sepanjang perjalanan, memandikan mereka di sungai yang jernih. Mereka bermandikan sinar matahari yang hangat. Ibu muda itu bersuara kencang, "Tidak ada yang lebih indah dari ini."