Subscribe:

Rabu, 13 April 2011

Karena aku sangat Mencintaimu

Oleh M .jono AG
Istriku,
Terus terang, aku terhenyak atas permintaanmu tadi sore. Sebuah judul engkau sodorkan kedepanku dengan seonggok senyum khasmu. "Mas , coba buat tulisan dengan judul: Karena Aku Sangat Mencintaimu". Judul itu bagiku bukan sekedar judul sebuah tulisan, tetapi tersirat sebuah harapan dan keinginan kokohmu untuk senantiasa berada disampingku, apapun kondisinya.
Dari raut muka dan senyummu aku tahu, engkau tidak mengada–ada terhadap kalimat yang engkau ucapkan walaupun engkau samarkan dengan memintaku membuat tulisan dengan judul usulanmu. Engkau ucapkan itu dengan ketulusan dan kesadaran jiwamu. Bukan sebuah tamparan bagiku Insya Allah, tapi harapanmu yang begitu besar kepada Allah agar rumah tangga yang sudah kita arungi bersama 16 tahun ini tetap dalam bingkai rahmat-Nya. Dan Alhamdulillah rasanya karunia Allah itu mengalir terus di kehidupan kita. Dan semakin hari semakin kita semakin hanyut dalam kasih sayang Allah.
Aku masih ingat beberapa waktu yang lalu engkau pernah menceritakan salah satu do’amu yang mungkin agak membingungkan bagi sebagian orang. Ternyata engkau sering berdo’a kalau Allah menghendaki memanggil duluan salah satu dari kita ke hadirat-Nya, engkau kepingin sekali disamping diberikan khusnul khotimah juga rentang waktu untuk pemanggilan yang kedua tidak jauh waktunya dari yang pertama. Saat itu aku hanya tersenyum mendengarnya. Tersenyum karena engkau mempunyai harapan besar kepada Yang Maha Besar, yang karunia-Nya teramat luas untuk kita ukur dan kita hitung.
Istriku,
Karena akupun tidak tahu kapan malaikat Izrail diutus pemilik kehidupan ini untuk memanggil hamba-Nya, akupun hanya bisa berdo’a agar doamu dikabulkan Allah SWT. Aku hanya tahu Allah melalui utusan sudah mengirimkan "tanda mata" berupa beberapa helai rambut kita yang sudah mulai tidak hitam lagi. Disamping juga umur yang semakin hari semakin mendekati umur yang diberikan Allah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Karena panggilan itu mesti datang dan tanpa bisa ditunda sedikitpun dan kita mesti siap menjemputnya setiap saat. Dan mudah-mudahan Allah memberikan jalan yang mudah untuk kita melaluinya. Jalan yang mengantarkan kita ke dalam naungan Rahmat-Nya.
Aku sering teringat anak–anak santri di musholla depan rumah kita yang dengan kepolosannya melantunkan syair/pujian dengan bahasa jawa:
Poro sederek kulo sedoyo, jaler estri enom lan tuwo, Mumpung urip no alam dunyo, saben waktu podo ilingo.
(Saudara–saudara semuanya, laki–laki, perempuan, tua, muda, mumpung masih hidup di dunia, setiap saat harus ingat)
Ngelingono yen ono timbalan timbalane ra keno wakilan, Timbalane kang Moho Kuoso gelem ora bakale lungo.
(Ingatlah akan ada panggilan untukmu dari Yang Maha Kuasa dan tidak bisa diwakilkan)
Yen lungane ora dinyono, sugih miskin bakale mrono, Dunyo brono ditinggalno, sing digowo amal ing dunyo
(Waktunya tidak bisa diperkirakan, kaya miskin sama. Semua harta bakal ditinggal, hanya amal sholeh yang dibawa)
Disalini penganggo putih yen wis budal ora biso mulih, Tumpakane kereta jawa roda papat rupa manungsa.
(Pakiannya diganti dengan kafan putih, kalau sudah berangkat tidak mungkin kembali, diantar kereta tapi rodannya manusia)
Jujukane omah guwo tanpo bantal tanpo keloso, Yen omahe gak ono lawange turu dewe gak ono rewange.
(Namanya alam kubur yang tidak mengenal bantal dan tikar, tidak ada pintu keluar, disana sendirian tidak berteman)
Ditutupi anjang-anjang, diuruki den siram kembang, Tanggo dulur podo sambang podo nangis koyo wong nembang.
(Kemudian kubur itu ditutup dan diurug dengan tanah, atasnya disiram kembang, sedangkan tetangga dan saudara yang hadir menagis sedih)
Baru sampai disitu rasanya hampir lepas raga ini. Teringat betapa alam yang akan kita tuju berikutnya adalah alam yang menjadi tanda apakah kita termasuk orang yang beruntung dengan predikat khusnul khotimah, atau justru su’ul khotimah ? Saat menulis inipun air mataku tak terbendung, ingat akan hari yang pasti akan datang kepada kita sementara kita tidak pernah tahu apakah bekal kita cukup atau tidak untuk menuju kesana.
Satu hal yang selalu aku yakini Allah tidak pernah ingkar janji untuk mengampuni hamba-Nya yang mau tobat, begitu juga rahmat-Nya. Karena titik finish kehidupan kita di dunia ini kita tidak pernah tahu, makanya aku sering bilang: "Kalau ada orang yang secara syar’i jauh dari tuntunan perlakukanlah secara wajar. Tidak perlu kita benci, apalagi kita jauhi. Justru dekatilah. Karena ibarat orang lari marathon kita tidak tahu diakah yang sampai duluan, bagaimana sampainya, sehat dan selamatkah dia dan seperti apa kita sebagai peserta yang lainnya?"
Aku juga sering membayangkan ketika tinggal ruhku yang bisa melihat jasad kaku yang sedang dipangku dan dimandikan oleh istri dan keluargaku, mereka semua pada sedih sementara perkataanku tidak bisa lagi didengarnya. Aku hanya bisa memandangi wajah mereka satu persatu, memohon pamit untuk menuju tempat persinggahan kehidupanku berikutnya sebelum dibangkitkan kelak di padang Makhsyar. Menuju tempat yang aku sendiri tidak tahu siapakah yang menemaniku, apakah amal baikku ataukah justru amal jelekku ? Ya Allah … mudahkanlah urusan alam barzah kami.
Istriku,
Salah satu kehebatan dan kelebihan yang diberikan Allah kepada kaum hawa adalah kesetiaan pada pasangan hidupnya. Aku tahu itu dan Insya Allah engkau termasuk didalamnya. Sehingga kadang–kadang perempuan seolah–olah sudah mengalami kiamat pada saat suaminya di panggil Allah. Padahal kehidupan harus tetap kita jalani apapun kondisinya sampai kita juga menerima panggilan-Nya. Bukan berarti Allah tidak sayang kepada kita pada saat sang suami dipanggil duluan. Justru Allah masih memberikan waktu bagi kita untuk menambah banyaknya bekal yang akan kita bawa kelak. Tempatkanlah kecintaanmu kepada suami dan keluargamu tetap berada di bawah kecintaanmu kepada Allah dan Rasul-Nya. Kasih sayang Allah jauh melebihi cinta dan kasih sayang makhluk apapun di dunia ini. Siapapun yang duluan dipanggilnya pada hakekatnya menuju kepada Sang Maha Rahman dan Rahim. Yang cinta dan kasih sayangnya tidak perlu disangsikan lagi.
Siapapun di dunia ini termasuk aku tentunya kepingin keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah itu tidak hanya berlangsung di dunia, tetapi berlanjut ke akherat kelak, Insya Allah. Karena alam akherat adalah kekal maka sudah semestinya kita mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya. Satu hal yang mungkin agak berbeda karena memang fitrahnya berbeda adalah keinginanmu agar kalau Allah memanggil salah satu dari kita, sebaiknya kita lanjutkan kehidupan tanpa orang lain di sisi kita. Aku tidak bisa menjawabnya, karena itu domain-Nya Allah. Rasullullah SAW setelah istri pertamanya meninggal barulah beliau menikah lagi. Itulah takdir Allah. Bahkan kalau boleh aku mengusulkan justru seandainya Allah memanggil salah satu dari kita, setelah masa idah tentunya silahkan lakukan sholat, mintalah petunjuk kepada Allah, apakah perlu kita lanjutkan kehidupan ini dengan orang lain, ataukah kita cukup bersendirian karena umur kita yang juga sudah tidak lagi muda.
Bisa jadi kehidupan berikutnya akan menjadi berkah tersendiri ketika kita tetap bersendirian atau bisa juga dengan hadirnya orang yang ditakdirkan Allah untuk mendampingi kita menjadikan bekal akhirat kita juga semakin banyak. Wallahu a’lam. Yang jelas serahkan sepenuhnya kepada kemurahan dan keadilan Allah. Karena kita semua hidup dalam bingkai takdirnya.
Sekali lagi yang ini aku tidak bisa menjawab karena aku tidak pernah tahu takdirku. Hanya aku ikuti maunya Allah saja. Walaupun aku tahu maksud judul yang engkau sodorkan kepadaku, tapi aku juga ingin mengatakan: "hal yang sama…" Wallahu a’lam. Ya Allah … berkahilah kehidupan kami di dunia, di alam barzah dan di akherat kelak

Penyakit itu bernama kehilangan rasa malu

Oleh bidadari_Azzam.
Bu Rahayu tampak bermuka kencang, istilahnya ngotot di hadapan orang-orang yang ber-tabayyun kepadanya, “Sumpah! Saya tidak bilang begitu, saya tidak seperti itu! Sumpah, Demi Tuhan!”, meluncurlah kalimat-kalimat lain yang bernada iba dan memohon agar ucapannya dipercaya. Bahkan menjual air mata palsu di hadapan manusia sekitarnya. Padahal, sosok-sosok di sekitarnya adalah orang-orang yang juga menyayanginya dan mempercayai ‘pihak lawan’ dari bu Rahayu atas kasus di hadapan mereka, sehingga mereka hanya meminta agar kejujuran mengakui perbuatan dilakukan oleh beliau, mengakui kekhilafan secara tenang dan bermaafan pastilah berbuah ketenangan jiwa. Jikalau sampai kini malah retak sebuah hubungan kekeluargaan, Bu Rahayu harus banyak bercermin, ulahnya sendiri yang menyebabkan hal itu terjadi.
Begitu pun sikap Tara, saat merasa aibnya terkuak lebar gara-gara banyak lalai menunaikan tugas yang diemban, juga sikap tak sopan pada orang tua, maka dengan pongah dan sibuk bagaikan jumpa-pers kemana-mana ia membela diri di hadapan rekan-rekan, pacar, dan komunitas pergaulannya. Begitu sigapnya ia bisa membalikkan fakta dengan memposisikan diri sebagai korban yang dizholimi dalam cerita versinya, padahal secara fakta, “si pihak berlawanan” adalah yang telah dizholimi Tara. Tali-tali kencang persaudaraan yang solid bisa langsung putus tercincang hanya gara-gara sudah kehilangan rasa malu sebagaimana sikap Tara tersebut.
Kenapa lisan, jemari dan perbuatan bisa bertolak-belakang dari kebenaran, padahal Allah ta’ala selalu mengawasi diri kita ? Telah hilang rasa malu dari jiwa-jiwa kita ketika bisa membolak-balikkan yang benar menjadi salah, dan yang salah malah dibenarkan. Bahkan ketika sudah tersudut pun, bisa saja tetap mencari celah alasan demi pembenaran. Rasa malu kepada Allah ta’ala sudah terkalahkan, malah malu kepada manusia sekitar. Rasa takut kepadaNya bahkan telah hilang, malah lebih takut pada penjara dunia. Naudzubillahi minzaliik.
Sejalan dengan itu, Pak Bandit pun tak kalah hebohnya, di kantor dengan lincahnya mondar-mandir saja, ke cafĂ©, kantin, atau browsing yang tidak ada urusan dengan pekerjaan saat itu. Setumpukan tugas diserahkan pada teman lainnya dalam satu team, si X, si Y, dan si Z. Padahal teman-temannya yang baik hati itu selalu saling toleransi jika membantu pekerjaan kantor lainnya, terutama kalaulah salah satu teman memang punya urusan urgent lain, semisal ada anak atau istri yang sakit sehingga harus mondar-mandir ke rumah sakit, dsb. Namun Pak Bandit dengan cueknya malah ‘mengorbankan’ teman-temannya, tak jelas apa yang dia lakukan sementara yang lain memiliki kesibukan tugas yang luar biasa banyaknya. Kemudian saat laporan tugas kepada pak manajer, Pak Bandit malah mengatakan bahwa semua tugas yang dirampungkan adalah hasil pekerjaannya, lincah nian lidahnya ditambah senyum kebanggaan saat berbicara di ruang rapat, apalagi pada saat itu, teman lain satu teamnya sedang tidak ikut rapat dikarenakan telah mengatur jadwal pekerjaan lain yang harus cepat rampung, sungguh komplet sandiwara Pak Bandit, yang naik pangkat malah dirinya, pak manajer memujinya, aduhai… padahal yang memeras keringat dan air mata adalah teman-teman lainnya.
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari.” (QS. Al-Baqarah [2] : 9)
Peristiwa sedemikian adalah amat sering kita temukan sehari-hari, di negeri manapun, di lokasi kantor atau perumahan, urusan dengan teman atau malah dengan saudara kandung.
Bahkan beberapa hari ini, publik terbelalak kaget, langsung mendunia berita ‘heboh’ tentang tertipunya seorang Fulan, yang ternyata istrinya bukanlah wanita, yang disebut-sebut di media bernama Fransiska padahal nama aslinya sangat bagus, adalah Rahmat. Astaghfirrulloh… Bahkan kemungkinan baru satu kasus itu yang ‘ketahuan’ di Indonesia, sementara pernikahan kaum homo memang sedang populer di negeri-negeri liberal saat ini. Selain malu dengan indahnya nama itu, seharusnya si empunya nama memiliki rasa malu sebagai seorang muslim, terbayang alangkah perih jiwa dan raga ibunda dan ayahnya, ketika mengetahui ananda yang sudah dikandung, dilahirkan, dibesarkan, eeeeh…. malah sim salabim berubah wujud di fotonya sebagai pengubah fitrahnya, bahkan dengan mudahnya tak hanya menipu kaum pria dan lingkungan teman dunia maya, dengan hebatnya menipu lembaga agama, institusi pemerintahan, dan penipuan terhadap sucinya untaian pernikahan! Naudzubillahi minzaliik…
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshari Al Badri radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di antara ucapan kenabian yang pertama kali ditemui manusia adalah jika engkau tidak merasa malu, maka berbuatlah semaumu.” (HR. Bukhari, shahih)
Rasa malu yang dimaksudkan adalah malu untuk berbuat yang bukan fitrah diri sebagai seorang insan, bahwa kita di muka bumi ini adalah ‘numpang’, serta meminjam segala apa yang telah diamanahkanNYA, alangkah bodoh dan kurang ajarnya pada Sang Pencipta, jika kita tidak malu berbuat pelanggaran di atas bumi kuasaNya ini. Rasa malu adalah cermin kebaikan, nan membuahkan kesucian jiwa, perkataan yang benar, ketepatan dalam memenuhi janji, serta kemuliaan atau harga diri yang tinggi.
Allah ta’ala melimpahkan hidayahNya kepada kita untuk terus mendekap rasa malu dalam diri, malu untuk berbuat tercela, malu untuk melakukan hal yang dimurkaiNya, malu untuk segala penyalah-gunaan amanahNya.
Bahkan dalam redaksi hadits lain Imam Bukhari & Muslim, kita diingatkan bahwa rasa malu adalah salah satu cabang dari iman, dan jika Allah SWT hendak menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu. Bermakna jika telah kita lihat rasa malu makin pudar dari keseharian sosok kita, keluarga dan lingkungan sekitar, (tarik nafas panjang, tanamkan semangat untuk segera mengubah prilaku ini), sebab jika makin parah dan rasa malu itu kian hilang, hancur leburlah negeri kita. Itu sangat mudah bagiNya, Sang Pemilik Semesta.
Mari kita ingat kembali, 'koneksi anak-anak dengan dunia luar', televisi, handphone, internet serta pergaulan yang luas dengan teman-temannya. Efek buruk didapatkan ketika bagaimana cara berbicara, prilaku dan sikap-sikap yang terjadi di sekitarnya. Mungkin saja orang tua telah mengajak dan mencontohkan akhlaq yang baik sejak kecil, namun koneksi-koneksi ini bisa saja memiliki pengaruh yang lebih kuat tatkala perhatian kita pada anak-anak mulai meluntur. Contohnya saja, tontonan untuk orang dewasa yang sering pula dilihat anak-anak, bicara kasar dan tertawa terbahak-bahak atau cara-cara menggoda lawan jenis sudah dianggap tontonan yang wajar.
Bahkan rasa malu sengaja dihilangkan demi sebuah prestasi semu duniawi, anak-anak bisa jadi 'malu' karena bukan berbaju baru saat mengunjungi acara temannya, atau karena bukan memegang smart phone tercanggih, atau karena memiliki orang tua bergaji minim yang ‘hanya pekerja biasa’. Padahal seharusnya, rasa malu yang benar adalah ketika baju baru yang dipakai merupakan hasil rampokan, ketika smart phone bahkan mobil mewah yang digunakan adalah hasil membobol uang milik orang lain, atau karena semua yang menempel di badan ternyata hasil merampas harta rakyat sebagaimana para koruptor.
Malu kepada Allah SWT adalah dengan rasa malu yang sesungguhnya, malu saat mata kita yang super penting ini malah digunakan untuk melihat hal-hal yang dilarangNya, malu saat tubuh yang bagus ini malah diumbar demi nafsu dunia dengan mengutamakan nominal lembaran mata uang, malu saat telinga malah dipakai untuk mengupingi rahasia-rahasia saudara lain, malu jika lisan malah berbicara keburukan, ghibah, bahkan berani memfitnah saudara. Malu di saat tidak menjagaamanah dan hidup serba palsu dengan urusan kebohongan disana-sini, malu ketika hidung dan pipi dicium-ciumkan pada sosok non mahram dengan beragam alasan pembelaan diri, malu ketika malah masih mengadakan acara-acara berikhtilat padahal sudah tau akan hukum-hukum syari’at. Malu ketika apa yang diperbuat adalah sandiwara dan rekayasa demi tujuan nafsu dunia, ketika cita-cita yang diimpikan telah menghalalkan segala cara dan melanggar rambu-rambuNya.
Termasuk malu jika sulit mengeluarkan air mata tatkala bersujud padaNYA, malu karena sukar menerapkan taubat, malu karena terus-terusan keasyikan bermaksiat. Duhai Ilahi, kuatkanlah diri kami dalam menjaga rasa malu padaMu setiap masa.
Ya Allah, bimbinglah kami selalu, jauhkanlah penyakit itu dari kami, siramilah hati ini dengan cahaya hidayahMu selalu, dengan mendekap rasa malu dalam jiwa ini, malu jika kami menutup usia dalam keadaan berlumur dosa. Robbana dzolamna anfusana, wa illam taghfirlana watarhamna lanakunanna minal khasirin, Ya Alloh, wahai Tuhan kami, kami telah dzalim terhadap diri-diri kami dan apabila Engkau tidak mengampuni kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi.
Wallohu ‘alam bisshowab.
(bidadari_Azzam, @Krakow, 4 april 2011)
http://www.eramuslim.com/oase-iman/bidadari-azzam-penyakit-itu-bernama-kehilangan-rasa-malu.htm

Hubungan jarak jauh

Oleh bidadari_Azzam.
Bukannya mengompori untuk bertambah khawatir, namun tulisan ini bermaksud mengingatkan pada diri sendiri untuk senantiasa menjaga tim yang kompak, yaitu keluarga kita nan sakinah. Mencegah adalah selalu lebih baik dari pada mengobati, menjaga izzah keluarga selalu lebih baik dari pada memperbaiki segaris noktah.
Cerita tentang Pak Hasan, ikhwan yang sholeh, berkarir bagus namun tetap sederhana dan bersahaja, tapi harus nge-kos sendirian di Jakarta si kota macet. Istrinya punya karir lain di kota tetangga, sekitar 3 atau 4 jam dari Jakarta, sang istri bersama dua anak mereka selalu menjaga keceriaan keluarga, meskipun Pak Hasan hanya bisa berkumpul seminggu sekali atau kadang-kadang hanya tiga kali dalam sebulan.
Yang namanya hubungan jarak jauh, komunikasi yang terjalin pasti tak selengket saat berdekatan. Apalagi kalau masing-masing pihak teramat sibuk, yang kemudian frekuensi jadwal saling telpon atau ‘video-call-an’ juga berkurang. Itulah yang terjadi pada Pak Hasan dan sang istri. Yang selanjutnya dikarenakan meremehkan suasana mesra itulah, maka perlahan tapi berterusan, datanglah godaan demi godaan sebagai pengganggu keutuhan keluarga.
Godaan awal adalah dari anak kos si induk semang Pak Hasan, gadis yang rajin membantu membersihkan kamarnya itu sesekali melirik dan tersenyum kecil yang selanjutnya bersikap ‘menggoda iman’. Namun Pak Hasan berusaha terus menguatkan hatinya, ia pun makin berupaya memerangi godaan, setiap ada waktu cuti dan weekend, kalau dia tak bisa pulang ke kota keluarganya, maka sang istri dan anak-anak yang berlibur ke Jakarta.
Tapi namanya juga godaan, makin tinggi ranting berbunga, makin kencang angin menghembuskan sepoinya. Anak-anak kian berkembang, anak Pak Hasan makin sibuk, ada banyak kegiatan di akhir minggu. Juga istrinya, makin harus bijak mengatur pengeluaran rumah tangga, tidak bisa jor-joran mengeluarkan dana ke Jakarta melulu. Pak Hasan pun tak punya celah untuk pindah ke bagian lain di kantornya, misalnya jika pindah ke divisi lain, maka pindah ke kota keluarga. Begitu pun sang istri, dia merasa harus bertahan dengan kondisi sedemikian, istrinya tak dapat pindah kerja pula ke Jakarta, pun tak mau mengalah untuk resign sehingga berkumpul dengan suami.
Yah, setiap rumah tangga punya rahasia perusahaan masing-masing, punya prioritas tujuan masing-masing, maka punya jalan bahtera masing-masing, yang orang lain hanya dapat menjadi pengamat amatiran saja, melihat dari kejauhan tanpa perlu mencari detail urusan rahasia keluarga tersebut.
Suatu kali, Pak Hasan pindah kos-an, kemungkinan beliau menghindari godaan yang lebih dahsyat dari anak si empunya rumah tersebut.
Namun di lain waktu, tiba-tiba terdengar berita bahwa Pak Hasan dan istrinya akan bercerai. Waduh, what’s wrong? Berita seperti itu pasti menyedihkan. Semua orang dekat mereka sangat iba, dan merasa tak rela jika keluarga mereka tak utuh lagi. Sedikit demi sedikit terkuaklah cerita pengakuan Pak Hasan yang dulu sempat dimuat di surat kabar kota tersebut, bahwa akhirnya ada godaan lain yang menjerumuskannya pada perzinahan. Naudzubillahi minzaliik.
Dalam cerita beliau, suatu hari sepulang kerja, ia dan rekan-rekan kantornya yang semuanya pria, pulang bersama dalam satu mobil milik seorang teman. Mereka berenam, rencananya akan mencari warung makan, barulah pulang ke rumah masing-masing. Tapi, saat kemacetan parah sekali, mobil susah jalan, seusai hujan deras, banjir dimana-mana. Mereka sudah kelaparan, makanya segera mencari warung makan terdekat, dan warung makan tersebut ternyata jaraknya sangat dekat dengan ‘panti pijat langganan’ teman-temannya.
Seumur hidupnya, baru kali itu Pak Hasan memasuki panti pijat, mereka berenam menikmati teh hangat disana usai makan malam. Entahlah ada unsur kesengajaan atau tidak, yang jelas satu-satunya pria yang belum pernah kesana di antara enam orang tersebut, hanyalah Pak Hasan. Dan dengan kenyamanan suasana yang diciptakan di ruangan tersebut, satu-persatu temannya berpisah-pisah ruangan, diurusi oleh perempuan-perempuan ‘tukang pijat’, Pak Hasan ikut disiapkan dan ditraktir ‘pijatan’ oleh salah satu teman. Tak usahlah terlalu jauh membayangkannya, malam itu, benteng pertahanan diri Pak Hasan hancur lebur, ia ikut terseret ‘kenikmatan pijat plus-plus’ sebagaimana teman-temannya.
Dan peristiwa seperti itu pun akhirnya “jadi langganan”, yang tadinya seorang Hasan adalah sosok suami yang menjaga pandangan, menjaga mata, lisan, dan indera lainnya, ternyata dapat berbalik menjadi pelanggan setia di panti pijat tersebut.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR.Muslim).
Salah satu dosa besar yang mengerikan, Pak Hasan sudah memahami hal itu, maka ia pun terbuka diri mengakui perbuatannya tatkala memiliki waktu yang tepat untuk bercerita dengan sang istri. Hingga gelegar pengakuan itu membuat sang istri menginginkan perceraian, perih.
Kita tak perlu membahas rumah tangga mereka lebih jauh, tapi hikmah yang bisa kita petik adalah kekompakan suami istri memang harus selalu ada dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kekompakan itu tak hanya seminggu sekali, tak cuma menikmati weekend, tak hanya belanja bareng, namun harus ada di setiap suasana, terutama suasana menge-charge ruhiyah.
Adalah sosok Mas Angga, yang pernah beberapa kali harus dinas berbeda kota atau beda negara dengan kota tempat tinggal keluarga, sedari awal menikahi istrinya, ia ajak untuk ‘kompak bersama’, “Saya gak mau kita pisah-pisah, dinda… terpisah dua dapur, dua tempat, apalagi pisah dengan anak-anak…”, ujarnya, maka sang istri harus berpindah kuliah beberapa kali, Mas Angga lebih rela menghabiskan uang untuk ongkos pesawat ketika istrinya harus sibuk ujian atau menyelesaikan urusan kuliah. Mas Angga juga pernah harus berada tiga setengah bulan di Afrika, sementara sang anak dan istri di Bangkok, dan Mas Angga menelepon setiap hari, bahkan tiga kali sehari, bagaikan jadwal minum obat. Ada saja hal yang diobrolkan, serasa sulit menutup gagang telepon saking beratnya berjauhan dari keluarga.
Ketika ada perusahaan yang ‘memaksanya’ meninggalkan keluarga lebih lama hingga dua tahun dengan ‘hanya’ dijadwalkan pulang per-tiga bulan, maka Mas Angga rela resign dari perusahaan tersebut, meskipun diiming-imingi bonus nominal yang banyak. Rezeki Allah SWT Maha Luas, masih banyak perusahaan yang memiliki peraturan lebih manusiawi, masih ada pengusaha yang professional bekerja sama dengan karyawan-karyawan meskipun berbeda bangsa. Bahkan pernah suatu kali saat berjauhan, Mas Angga ngotot menelepon sang istri sampai ‘missed-call’ 79 kali, ia sangat khawatir kenapa hp itu tak diangkat. Padahal ternyata hp tersebut di-silent tak sengaja oleh sang balita. Perhatian yang kecil seperti itu sangatlah bermakna, setiap rumah tangga suatu waktu mengalami ujian hubungan jarak jauh ini. Dan lagi-lagi, tak masalah berapa kali kita diuji akan frekuensi waktu tak bersua, namun yang bermasalah adalah jika kekompakan berkomunikasi itu mulai luntur.
Tatkala lunturnya kekompakan berkomunikasi, pasti godaan-godaan datang, dan inilah pintu setan yang hadir dalam suatu rumah tangga. Kalaupun suami dan istri terbiasa meluruskan niat dan menata hati setiap saat, terbiasa sholat berjama’ah dan saling melayani di berbagai momen, namun ketika berjauhan dengan tahap datangnya godaan itu, ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan situasi, yang pada saat itu justru sinyal-sinyal cinta pasutri malah bisa makin memudar. Bagaikan perceraian yang telah terjadi pada Bik Inem yang TKW di negeri jiran, ex-suaminya bertani di kampung halaman, di tanah sunda. Tak menyangka alasannya sama dengan banyak kisah TKW lain, sang suami berselingkuh dengan tetangga sendiri tatkala sering bersama-sama di sawah, bahkan uang tabungan Bik Inem yang menurut laporan telah dibelikan bahan bangunan buat renovasi rumah mereka, ternyata raib dipergunakan untuk hal lain.
Acungan jempol buat ummahat senior-senior saya, ada yang rela menunda kuliah lanjutan bea-siswanya, ada yang resign dari perusahaan tempatnya meniti karir, demi prioritas keluarga, mendukung penuh sang suami ketika harus mengais nafkah di negeri lain, dalam tugas berat memimpin rumah tangga.
Satu nasehat penting yang selalu disematkan pada ceramah di acara resepsi pernikahan kita, Bahwa Allah ta’ala mengingatkan, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim [66]:6).
Suami adalah pakaian bagi sang istri, begitu pun sebaliknya, istri merupakan pakaian bagi suaminya. Penutup aurat, perhiasan diri serta sumber ketentraman dan kesenangan berumah tangga adalah makna fungsi pakaian tersebut. Maka, jagalah pakaianmu, teman…
Wallohu 'alam bisshowab.

(bidadari_Azzam, @Krakow, 8 april 2011)
http://www.eramuslim.com/oase-iman/bidadari-azzam-hubungan-jarak-jauh.htm

Ketika Sang Idola Membuat Kecewa

Oleh Nurudin
Jangan melihat siapa yang membicarakan, tapi lihatlah apa yang dibicarakan. Mungkin pesan bijak inilah yang perlu kita perhatikan dalam menghadapi suatu masalah sebelum komentar. Bersikap objektif dalam menerima dan memberikan respon tanpa harus melibatkan ego yang terkadang justru memancing emosi.
Sebuah telur, (maaf) meski keluar dari dubur binatang, dia tetaplah telur yang kita sukai karena manfaatnya. Sebaliknya, meski keluar dari mulut seorang yang dianggap tinggi, terpandang atau mulia sekalipun, tidak ada seorangpun yang mau menerima muntahannya. Seekor ayam, meski dia hanyalah hewan yang derajatnya lebih rendah dari manusia, seringkali memakan sampah, kotoran, bergonta-ganti pasangan, namun tetaplah ketika dia mengeluarkan telur, kita semua setuju, itu semua tidak mengurangi manfaat dari telur itu sendiri. Seorang tokoh terpandang, dianggap mulia, ketika dia mengeluarkan ucapan-ucapan kotor, bertentangan dengan norma-norma susila, agama, apakah lantas kita membenarkannya lantaran yang mengucapkannya orang yang kita hormati, kita segani? Tentu saja tidak.
Kita seringkali menempatkan seseorang sebagai tokoh idola kita, entah karena profesinya, kepintarannya atau juga karena fisiknya yang kita anggap lebih dari kita dan bisa kita jadikan sebagai acuan untuk langkah kita menjalani kehidupan sehari-hari. Ucapan, gaya hidup dan segala yang ada pada tokoh idola kita sedikit banyak membawa pengaruh dalam kehidupan kita.
Mengagumi seorang tokoh sampai kepada mengidolakan, secara berlebihan bisa menyebabkan kekaguman yang membabi buta sehingga seringkali mengakibatkan kita menjadi subjektif dalam menyikapi satu permasalahan. Manakala sang idola masih kita puja-puja, segala tutur kata yang dia keluarkan seolah semua menjadi benar dan perlu bahkan wajib untuk kita ikuti, segala gaya hidup dan tingkah laku menjadi tolak ukur dan patokan untuk kehidupan sehari-hari.
Namun Ketika sang idola melakukan satu keputusan, atau tindakan atau kebijakan yang tidak sesuai dengan hati kita (dan memang tidak selamanya harus sesuai ) maka muncullah sifat arogan kita, yang kemudian merubah kekaguman itu menjadi kebencian.Dari yang semula ucapan penuh pujian tiba-tiba berubah menjadi cacian dan hujatan yang bertubi-tubi tertuju pada sang idola padahal belum tentu itu kesalahan sang idola. Bisa jadi tindakan sang idola itu wajar-wajar saja, manusiawi bahkan tidak bertentangan dengan aturan manapun, tetapi terkadang kebenaran memang tidak bisa langsung diterima khususnya bagi yang belum mengerti dan memahaminya. Rasa simpatik berganti menjadi permusuhan atau paling tidak hilang sudah, bahkan sifat oragan mengantarkan kita pada hujatan-hujatan yang merendahkan, seolah-olah kita jauh lebih mulia dari orang yang kita hujat.
Pernahkan kita berfikir, manakala sang idola begitu kita percaya, kita kagumi bukan saja karena kepribadiannya, kesopanannya, kesantunannya namun karena nasihat yang memang benar adanya, sejauh mana kita bisa mengikuti, melaksanakan nasihat-nasihatnya? Bisa jadi baru sebagian kecil dari nasihat-nasihatnya yang kita pahami, kita laksanakan, atau bahkan baru kita dengarkan saja. Berbagai keterbatasan menjadi alasan kita membenarkan diri untuk tidak mengikuti nasihatnya. Tapi ketika kita tidak setuju dengan pilihan sang idola, kita berubah menjadi penghujat yang seolah-olah jauh lebih mulia. Kita begitu senangnya mengeluarkan statemen-statemen yang memojokan.
Terlepas dari benar tidaknya pilihan sang idola, terkadang kita lupa bahwa seorang yang kita idolakan itu hanyalah seorang manusia biasa, sama seperti kita, penuh dengan khilaf dan dosa. Bisa saja pilihannya salah, namun bisa saja benar, hanya saja justu kita yang belum memahami serta terlalu banyak berharap dan menuntut dari sang idola.
Sebenarnya apabila kita ingin mengidolakan seseorang, tidak ada satu manusiapun yang patut untuk kita jadikan idola selain Rosululloh SAW, satu-satunya manusia paling mulia, baik dimata Allah maupun di mata makhluk. Ada satu jaminan bahwa apabila kita mengidolakan Rosululloh SAW, tidak ada kekecewaan dan kekeliaruan. Tidak ada keraguan akan mulianya akhlak beliau. Tidak ada kesesatan selama kita mengikuti jejak langkahnya. Tidak ada permusuhan selama kita ikuti nasihat-nasihatnya. Tidak ada kebencian selama kita istiqomah di belakangnya. Beliaulah manusia yang memiliki akhlak Al-Qur’an. Beliaulah manusia yang patut dan sudah seharusnya menjadi idola sejati kita, bukan mereka yang memiliki suara bagus, rupa yang menawan, prestasi yang tinggi, karir yang mapan, yang sebenarnya masih ada kesamaan dengan kita yaitu tidak pernah lepas dari khilaf dan dosa
http://www.eramuslim.com/oase-iman/ketika-sang-idola-membuat-kecewa.htm

Cut Nyak Dien, Cut Meutia dan Cut Tari

Oleh SusWoyo
Sinar matahari yang berwarna kuning keemasan itu masuk melalui celah jendela di ruang kelas lima sebuah sekolah. Seorang perempuan anggun, guru muda di sekolah tersebut, menatap kosong ke arah para murid yang sedang mengerjakan soal.
Ia masih memikirkan pertanyan seorang murid tempo hari, ketika ia menerangkan sejarah perjuangan rakyat Aceh menentang penjajahan di masa lalu. Dan perempuan itu begitu kaget, manakala ia menyebut nama Cut Nyak Dien dan Cut Mutia. Karena beberapa murid menambahkannya dengan nama Cut Tari, artis Indonesia berdarah Aceh yang pada pertengahan 2010 namanya melambung berkat sebuah berita yang cukup mencengangkan negri Indonesia.
“Bu, benarkah Cut Tari itu anaknya Cut Nyak Dien?”
Begitulah pertanyaan dari salah seorang murid kelas lima anak didiknya. Sang guru tak serta merta menjawab. Ia sangat hati-hati menyikapi pertanyaan tersebut.
Ketika masih kuliah dulu, guru muda itu cukup aktif di sebuah organisasi kampus. Ia dan kawan-kawannya sering mengkaji biografi tentang para perempuan yang mempunyai kontribusi besar terhadap negeri ini. Tak ketinggalan juga adalah Cut Nyak Dien dan Cut Meutia. Yang memang kredibilitas dua perempuan ini diakui perjuangan oleh rakyat Indonesia, dan gelar pahlawan nasional pun disandangnya.
Demi harga diri sebuah bangsa, demi kemandirian sebuah negeri, demi tak terinjak-injaknya hak seorang perempuan oleh penjajah, demi martabat seorang muslim, dua tokoh itu rela mengorbankan harta, nyawa, kesenangan hidup di dunia untuk bergerilya melawan kedholiman.
Kalau mengingat itu, sang guru merasa teriris-iris hatinya mengingat pertanyaan sang murid. Namun ia tak bisa menyalahkannya, karena dijaman informasi yang begitu global ini, berita apapun bisa diterima oleh anak-anak, tanpa terlebih dahulu dibimbing oleh orang tua.
“Dari mana kamu tahu tentang Cut Tari?”
Ujar sang guru balik bertanya waktu itu. Lantas sang murid menjawab:
“Dari televisi Bu, dia kan yang ada di video mesum…dengan Ariel.”
Sang guru terperanjat lagi. Sudah begitu jauhkan anak seusia dia mengakses berita?
Guru muda itu hanya berharap dalam hati, semoga anak didiknya itu hanya sebatas tahu saja, dan tidak menirunya.
Ia sangat menyadari bahwa banyak generasi saat ini yang lebih mengidolakan siapapun yang ada di layar kaca, ketimbang para pejuang negri ini yang sudah teruji dalam menapaki hidupnya.
Kita menyadari bersama bahwa kisah selebritis hampir setiap saat dikupas tuntas di media massa, dan dinikmati dengan lahap oleh semua kalangan termasuk anak-anak. Sementara kisah tentang kepahlawanan, tak terasa seolah seperti sudah terpinggirkan.
Adalah kita sebagai orang tua, yang harus siap menjadi dosen, tutor, ustadz, guru, pendamping setia, terhadap segala informasi yang masuk terhadap anak-anak kita. Tentu, kita harus tak bosan untuk senantiasa menambah ilmu, dimana saja dan kapan saja! Agar referensi kita menjadi bertambah. Sehingga kita bisa menerangkan kepada anak kita, biarpun sama-sama memakai “Cut” debelakang namanya, tapi ternyata ada perbedaan yang sangat jauh.
Cut Nyak Dien dan Cut Meutia, membawa kita ke “aroma” perjuangan yang luar biasa melawan ketak adilan, kedholiman dan harga diri suatu bangsa. Sementara Cut Tari secara tak sadar, sedang membawa generasi ini untuk menebarkan "kejujuran" di wilayah yang dilarang oleh Sang Pencipta.
Purwokerto, Peb 2011 < woyo_sus@yahoo.co.id >
http://www.eramuslim.com/oase-iman/suswoyo-cut-nyak-dien-cut-meutia-dan-cut-tari.htm

Selasa, 12 April 2011

Ketika suami lupa memikirkan yang ini.......

“Aku sudah gak tahu lagi, rasa sedih sepertinya sudah lewat, hari ini mantan istriku menikah dengan eks kawan SD-nya, bayangin setelah gak ketemu selama 25 tahun lalu, mereka reuni gara-gara Facebook, hasilnya mereka berkencan, memadu kasih, dan akhirnya merencanakan hidup bersama, tanpa peduli bahwa mantan istriku sudah punya suami yang gantengnya kayak aku gini, wk wk wk... dan cerai akhirnya ku lemparkan dengan gembira pada istriku yang manis bermulut tipis,” demikian status yang panjang lebar di Facebook Andi membuat banyak kawan-kawannya geleng-geleng kepala.
Comment pun datang bergantian, ada yang bersimpati, menghujat ataupun nada bercanda tidak peduli. “Cari ajaa laggee..” demikian comment dari Sri Ningsih. “Dalam Islam ternyata istri yang selingkuh harus ditalak tiga, ya Ndi..?” comment dari Rita Rafida. “Selamat menempuh hidup baru sebagai duda,” comment dari mas Irvan geng duda miskin. Namun ada juga comment yang bersifat simpati seperti, “Innalillahi wa innailahi roji’un, kok sampai sebegituya yaa, sabar yaa mas, semoga mendapat ganti yang lebih baik,” komentarnya bu Imas.
Lalu, “sesungguhya lelaki yang baik akan mendapakan perempuan yang baik, lelaki yang jahat akan mendapat lelaki yang jahat, begitu janji Allah dalam Al qur’an surat An Nur ayat 30,” comment dari ustadz Iqbal, pesantren Darul Ihsan. “Tabah yaa...” dan banyak lagi ungkapan-ungkapan comment di Facebooknya Andi.
Hari-hari Andi yang masih nyeri, antara sakit karena dikhianati dan juga sakit karena harga dirinya sebagai lelaki seperti dinjak-injak dengan suksesnya, serta tidak diakui keberadaanya oleh sang istri maupun sang pacar istri.
Selama ini pernikahan mereka biasa-biasa saja, tak ada pertengkaran yang hebat yang mewarnai hari-hari mereka, tak ada bentakan ataupun KDRT dalam rumah tangga mereka yang manis dan harmonis.
Namun bila cinta datang tiba-tiba, dan setan pun memiliki pekerjaan yang paling besar yaitu menceraikan suami istri, maka dalam hal ini, Andi sebagai suami yang baik-baik saja, tidak mampu berkata apa-apa, dan masih terheran-heran kok bisa yaa istriku yang di rumah saja, dan yang selama ini manis-manis serta baik-baik saja, bisa bersikap khianat padaku.
Sebenarnya ada satu hal yang Andi lupa, bahwa istri yang baik-baik saja diam di rumah juga bukanlah berarti negara sudah aman. Seorang istri tetap memerlukan pujian, perhatian, keromantisan, dan juga sikap mengalah yang dapat membuat istri merasa tenang.
Diayomi dan dimanjakan, itulah yang dirasakan Rina, mantan istrinya Andi. Rina mendapatkan pujian yang menyanjung, perhatian dan tatapan yang dalam, juga sikap melindungi dari sang bekas teman SD nya itu, di mana hal-hal seperti itu sudah tidak pernah didapatkan lagi dari Andi, suami yang dinikahinya 10 tahun yang lalu dengan menghasilkan 2 anak.
Disamping Andi sebagai kepala keluarga haruslah memberikan masukan-masukan yang Islami, entah berupa pengajian atau membimbing istrinya untuk sholat malam, hal lain ternyata keruntuhan rumah tangga itu tidak hanya dari pihak suami saja, namun bisa datang dari pihak istri, dan untuk menjaga keutuhan rumah tangga itu harus dilakukan oleh kedua belah pihak dangan sungguh-sungguh dan dilakukan setiap hari tanpa henti.
Dan ada satu lagi yang sangat penting yang Andi sungguh lupa akan yang satu ini, yaitu menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, dengan mengajak istrinya selalu beribadah serta juga memberikan hak istri untuk mendapatkan siraman rohani, bahkan ketika goncangan itu tiba, Andi pun tidak dapat berbuat apa-apa, karena Andi merasa telah memberikan apapun pada istrinya.
Bagi Andi pujian, keromantisan dan lain-lain sudah cukup diberikan, namun Andi sekali lagi lupa akan yang satu ini, memberikan bekalan pengajian atau mengikutsertakan istrinya dalam kajian rutin buat para muslimah. Ingatlah akan peringatan Allah,
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahriim [66] : 6)

Istri Idaman

“Aku ingin istri yang cantik Ma, yang pintar dan bisa enak diajak diskusi, nyambung ketika bicara dan mudah dibawa masuk ke dalam acara keluarga, dan utamanya menerima kekurangan dan kelebihan kita Ma,” Anto memaparkan alasan kenapa sudah 32 tahun belum juga mau menikah.
“Mama, tahu kan betapa menderitanya bang Ucok, punya istri yang kaya raya namun arogan setengah mati, Ma tahu kan bahwa bang Ucok itu apalagi setelah di PHK makin sering dimarahin istrinya siang dan malam, kemarin saja aku dengar sendiri istrinya jerit-jerit di telepon suruh bang Ucok pulang cepat-cepat dari sini, itu karena si Maryam, anak bang Ucok yang ke dua sakit panas. Yaa mestinya istrinya ngertilah bahwa bang Ucok kan juga cuma sebentar di sini, cuma mampir nengokin anak yang baru pulang dari rumah sakit, kan juga cuma sebentar. Aku melihat istri kalau salah pilih malah bikin suami-suami jadi pusing, dan rumah tangga jadi gak bahagia,” Urai Anto panjang lebar dan seakan meminta pengertian sang Mama.
“Ada lagi istri si Umar, Mama ingat kan Umar kawan kuliahku dulu yang adalah ketua rohis? yang berjenggot itu lho Ma, Da’i yang rajin banget sholat bahkan ikut-ikut berdakwah, bahkan sekarang sesekali dia juga berdakwah di mushola kantorku... tapi baru saja ku dengar mereka bercerai, masing-masing bawa satu anak, karena ku dengar istrinya itu sangat kasar dan suka melempar-lempar barang kalau marah, kebayang gak sih punya istri marah-marah melulu, hidup jadi gak tenang kan..” gerutu Anto lagi.
“Lalu kamu mau punya istri yang kaya siapa To? di dunia ini kan tidak ada bidadari yang numpang lewat lalu menawarkan diri jadi istri kamu,” tanya Mamanya Anto dengan lembut. “Tidak ada perempuan yang sempurna di dunia ini, susah nyari yang sempurna, pasti ada cacat celanya,” Mama meneruskan sambil memegang bahu Anto dengan penuh kasih sayang. “Mama ini sudah tua To, Mama hanya ingin sepeninggal Mama nanti, kamu ada yang mengurus, merawat dan juga sudah punya anak-anak yang akan membuatmu menjadi dewasa dan gembira karena anak-anak itu membuat seorang suami menjadi lebih bertanggung jawab atas rumah tangga dan kehidupan ini.. Tidak lama lagi mungkin Mama akan menyusul ayahmu To, Mama hanya ingin sepeninggal Mama, kamu telah memperkenalkan istrimu pada Mama..” isak ibunya Anto tertahan..
Anto hanya terdiam dan tercenung lama, gumamnya dalam hati, “karena aku belum menemukan wanita seperti dirimu, Ma yang diam saja bila dimarahi suaminya, yang selau berkata lembut, yang selalu mengerti aku, yang selalu mengalah dan mendahulukan kepentinganku, yang pasrah dikasih uang berapa saja oleh suaminya, yang cantik seperti dirimu, yang menyayangi anak-anaknya seperti dirimu, aku susah sekali menemukan wanita yang baik seperti dirimu di zaman sekarang ini, banyak perempuan cantik namun mereka tidak memiliki sifat-sifat yang kuinginkan dari seorang wanita yang mengalah dan keibuaan seperti dirimu,” demikian renung Anto dalam hati.
Hmm, namun Anto sebenarnya tidak tahu bahwa sudah berapa kali ibunya mendengking pada ayahnya, sudah berapa kali ibunya minta cerai pada ayahnya, sudah berapa kali ibunya membantah ucapan ayahnya, sudah berapa kali ibunya marah-marah dan membanting pintu dengan keras pada ayahnya dalam hal berbeda pendapat yang cukup banyak, dalam ucapan-ucapan yang kerap salah pemaknaannya yang sering kali memicu pertengkaran hebat di rumah tangga mereka, bahkan Mamanya pernah sekali meninggalkan rumah ayahnya sambil menggendong Anto kecil yang diikuti bang Ucok dikala berusia 7 tahun, pergi dari rumah dengan amarah dan meninggalkan surat yang berisi permintaan cerai pada suaminya.
Dulu, di kala anak-anak masih kecil, dikala ibunya Anto masih muda, di kala rumah tangga mereka baru berusia di bawah 10 tahun, dulu ketika ekonomi keluarga belum mantap, ketika jiwa belum stabil, ketika semua masalah diselesaikan dengan emosi, Anto tak tahu bahwa untuk menjadi tenang dan berwibawa serta penuh kasih sayang seperti Mama, seorang wanita memerlukan banyak tahun untuk memberinya pengalaman agar lebih dewasa dalam mengarungi bahtera kehidupan dan diperlukan juga kesabaran dari sang suami untuk mendidik sang istri agar menjadi istri yang solihah, dan semua itu tidak dapat dilakukan dalam satu kedip mata, membutuhkan tahunan untuk memproses dari seorang wanita lugu dan tidak tahu apa-apa, serta jiwa yang sangat tidak stabil menjadikan seorang wanita dewasa yang pengertian, menyayangi dan menjadi wanita idaman.
Maka tak salah kan bila ku katakan bahwa SBY menjadi presiden dan dalam kehidupannya matang sebagai presiden karena pendampingnya adalah bu Ani yang lembut dan sudah matang dalam asam garam kehidupan, dan itu tidak mungkin dilakukan ketika usia pernikahan mereka masih seumur jagung.
Hmm, paham kan kenapa presiden selalu berumur tua, karena perlu di dampingi oleh istri yang sudah tua juga dan dewasa serta penuh hikmah. Anto akan menemukan istri idaman yang seperti ibunya, bila Anto melalui proses seperti ayahnya juga, butuh bertahun-tahun untuk mendapatkan istri idaman seperti yang diharapkan Anto.
"... dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah [2] : 228

Selasa, 05 April 2011

Allah menguji hambaNya

Oleh H. Ali Murthado

ADA pertanyaan yang selalu hadir di tengah-tengah kita, yaitu kapankah pertolongan Allah akan tiba? Banyak yang selalu menanti dan mengharap pertolongan Allah. Ada yang sabar, ada yang tidak sabar. Ada yang yakin dan ada yang tidak yakin bahwa Allah akan menolong.

Bagi mereka yang ragu akan keberadaan Allah, pasti mereka tidak yakin akan datang pertolongan itu. Namun bagi mereka yang mengimani eksistensi Allah, pasti yakin bahwa Allah pasti akan menolong hamba-hambanya yang sabar dan ikhlas dalam berbuat sesuatu.

Hisablah Dirimu sebelum Dihisab Allah SWT

Oleh : R u s d i

Umar bin Khattab mengatakan: Hasibu anfusakum qabla anthasabu. Yang artinya: “Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab di hadapan Allah SWT”.

Kata-kata dari Umar bin Khattab ini menyadarkan kita agar setiap hari melakukan evaluasi diri terhadap apa saja yang kita lakukan terutama dalam persiapan hidup di akhirat. Sebelum Allah SWT menghitung dosa-dosa kita nanti di akhirat mari kita hitung dosa-dosa kita selama ini baik itu dosa kepada Allah SWT, dosa sesama manusia atau dosa pada makhluk Allah SWT lainnya. Kemudian berusaha memperbaiki diri bertaubat dan meningkatkan kualitas iman serta takwa.

Senin, 04 April 2011

Orang yang enggan masuk surga

Oleh : Sofyan, S. Ag

Pada suatu hari Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya, bahwa semua umatnya akan masuk surga kecuali mereka yang enggan tidak mau masuk surga. Para sahabat keheranan kemudian bertanya, “Siapa gerangan mereka yang enggan masuk surga itu ya Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Mereka yang patuh dan taat kepadaku akan menjadi penghuni surga sedangkan mereka yang membangkang, maksiat dan tidak menuruti perintahku maka mereka itulah orang-orang yang enggan masuk surga”. Hikayah ini diambil dari sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari.

Surga dalam bahasa Arab disebut jannah, secara bahasa artinya taman yang terdiri dari pohon kurma atau pohon yang lain. Kata jannah diambil dari lafaz janna yang artinya menutupi. Menurut Sayyid Qutub dalam kitab Aqidah Islamiyah maksud menutupi di sini bahwa pohon-pohon yang ada dalam surga daunnya rindang, rimbun sedangkan cabang-cabang dari pohon yang satu saling bertautan dengan cabang dari pohon lain, sehingga bagian atasnya merupakan sebuah naungan atau payung yang dapat digunakan untuk berteduh di bawahnya.

Dengan kata lain Sayyid Qutub mendefenisikan surga adalah suatu tempat kediaman atau perumahan yang disediakan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya yang bertaqwa kepada-Nya sebagai balasan kepada mereka atas keimanannya yang jujur dan benar serta amal perbuatan yang shaleh. Betapa nikmatnya jika kita mungkin termasuk satu diantara orang-orang yang akan menjadi penghuninya. Namun, mengapa ada diantara umat ini yang tidak mau masuk ke dalamnya? Siapa gerangan mereka yang enggan masuk surga?

Orang yang Enggan Masuk Surga

Mereka adalah orang-orang yang berbuat maksiat dan tidak mau mengikuti perintah Rasulullah SAW, mereka adalah pribadi yang enggan mengerjakan syariat Islam baik yang berhubungan dengan amaliyat (sesuatu yang berkaitan dengan amaliyah atau perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, jihad, haji dan lainnya) atau berhubungan dengan i’tiqadiyat (yang berkaitan dengan keyakinan), bahkan lebih ironinya lagi ada orang Islam mengolok-ngolok dan mengingkari ajaran yang beliau bawa.

Menurut Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam kitab Taujihat Islamiyah li Islahil Fardhi wal Mujtamak bahwa orang-orang Islam yang melakukan tindakan seperti membenci Islam atau sebagian dari ajaran Islam yang sudah merupakan ijmak para ulama baik yang menyangkut ibadah, muamalah, kemudian berolok-olok dengan ayat Quran atau hadis shahih atau salah satu hukum Islam, mengingkari al Quran meskipun sedikit, mencela Allah, mengutuk Islam, menghina Nabi SAW atau memperolok keadaan beliau, mengharamkan sesuatu yang diharamkan Tuhan atau sebaliknya, merubah agama dan pindah dari Islam ke agama lain, secara otomatis ia telah membatalkan ke-Islamannya dan telah berbuat syirik yang menghilangkan pahala amal kebajikan serta kekal dalam neraka. Allah SWT tidak akan mengampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat kepada-Nya.

Perintah dan Larangan

Menurut syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab al-Ushul min Ilmi al-Ushul kata perintah (al-amru) mengandung arti permintaan untuk dilakukannya suatu perbuatan dalam bentuk al-isti’la yaitu dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah yaitu Allah SWT yang memerintahkan hamba-Nya, seperti perintah mendirikan shalat dan zakat, “Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat”.

Dalam qaidah ushul fiqh pembagian kata perintah ada empat, yaitu fi’il amri contoh, “Bacalah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari al-Kitab” (QS. Al-Ankabut; 45). Kemudian isim fi’il amri, “Marilah kita shalat”, masdar pengganti dari fi’il amri seperti, “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka peganglah batang leher mereka”(QS. Muhammad: 4). Ada lagi fi’il mudhari yang bersambung dengan lam amri seperti, “Supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya” (QS. Al-Mujadalah:4).

Bentuk perintah secara mutlak memberi satu konsekuensi bahwa sesuatu itu wajib untuk dikerjakan dan segera melakukannya secara langsung. Al Quran telah menegaskan, “Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An-Nur: 63). Allah SWT telah memperingatkan kepada mereka yang menyelisihi perintah Rasul bahwa mereka akan tertimpa fitnah yaitu kesesatan atau Allah akan memberikan azab yang pedih.

Ini menunjukkan bahwa perintah Rasul SAW secara umum menunjukkan wajibnya perbuatan yang diperintahkan. Semua perintah secara syar’i merupakan kebaikan dan perintah untuk berlomba-lomba dalam mengerjakannya merupakan bukti bahwa perintah itu harus segera dilaksanakan. Imam Syafi’i mengemukakan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk mengambil apa yang disampaikan Rasul dan menjauhi apa yang dilarangnya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (QS. Al-Hasyr: 7).

Sedangkan larangan (an-nahyu) mengandung arti permintaan untuk meninggalkan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah yaitu Allah SWT memerintahkan hamba-Nya agar meninggalkan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Larangan yang Banyak Dilanggar Manusia

* Berzina atau melakukan pergaulan bebas.
Betapa banyak diantara anak Adam melakukan perbuatan zina dan pergaulan bebas, tanpa malu. Pejabat-pejabat kelebihan uang atau lelaki hidung belang yang beruang tidak sulit “jajan” memenuhi nafsu syahwat, tinggal memilih mangsa dengan sesuka hati dan bebas melakukan dimana saja. Adalagi yang menjadikan seks sebagai mata pencaharian seperti dilakukan para wanita tuna susila. Perzinahan dan hidup layaknya suami istri mereka lakukan tanpa sedikitpun merasa malu dan takut kepada Allah. Akibatnya Allah menurunkan penyakit kutukan dan mematikan yang sudah banyak menelan korban jiwa, merenggut kematian dan belum ada obatnya yaitu AIDS dan HIV.

* Memakan riba dan uang haram
Rasulullah SAW mengingatkan kita, “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih baik baginya” (HR. Tabrani dan Ibnu Hibban). Beliau jauh-jauh hari sudah mengingatkan jangan memakan harta riba dan mencari uang dengan cara batil, cari dan makanlah dengan cara yang halal. Tetapi kita lihat fenomena di tengah-tengah masyarakat berbagai cara dilakukan orang mendapatkan uang, tidak bisa yang halal yang harampun jadi.

* Enggan menjaga lisan
“Mulutmu adalah harimaumu”, pepatah ini mengingatkan kita agar berhati-hati menggunakan lisan. Banyak orang celaka dan teraniaya karena lisan dan ucapan yang tidak terjaga. Dalam sehari semalam barangkali ribuan kata keluar melalui bibir dan lidah yang tidak bertulang ini. Kadangkala kata-kata tidak sopan, menyakitkan orang lain, mengadu domba sesama, menghina, mencaci maki, mengolok-olok, menggibah, dusta dan berbagai kata yang tidak sepantasnya keluar dari mulut kita. Namun banyak juga diantara manusia dimana ribuan kata-kata mulia, nasehat-nasehat menyejukkan hati dan mententramkan jiwa keluar dari bibirnya, berfikirlah sebelum berkata dan berbuat. Jangan sampai perkataan dan perbuatan kita menganiaya, menzalimi dan menyakiti orang lain. Berkatalah yang baik dan benar, jika tidak sanggup maka lebih baik diam.

* Enggan menundukkan pandangan
Allah SWT telah memerintahkan para wanita dan lelaki beriman agar menjaga penglihatan, menundukkan pandangan tidak jelalatan memandang pemandangan yang diharamkan Tuhan kesana kemari. Memang sulit menjaga pandangan dari sesuatu yang diharamkan karena kondisi saat ini zaman sudah edan, dimana-mana kita lihat para wanita memakai pakaian ketat, seksi sehingga tampaklah keindahan dan kemolekan tubuh yang seharusnya dibungkus rapat dengan jilbab dan jubah panjang. Mereka berjalan melenggok dan meliuk-liukkan tubuh di hadapan para lelaki tanpa ada rasa malu.

Gambar-gambar porno di majalah-majalah, internet, televisi dan media begitu banyak menyebar dan sengaja dilihat. Seolah-olah sebahagian orang memandang bahwa melihat hal-hal demikian sudah biasa dan tidak dianggap tabu apalagi berdosa, bahkan sudah merupakan bagian dari kehidupan di zaman modern.

Masih banyak lagi larangan-larangan yang kita langgar, yang mungkin tidak bisa disebutkan semua. Marilah kita menjadi pengikut setia Rasulullah SAW dengan menghidupkan sunnah, menjalankan perintah dan menjauhi segenap larangannya, jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang enggan masuk ke dalam surga-Nya. Wallahu a’lam.

*PenuIis Pengajar di Pesantren Darularafah Raya, Pembimbing Rohani di Pusat Rehabilitasi Sosial Narkoba Pamardi Putra Insyaf Kementrian Sosial Sumut dan dosen STAIDA
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=88589:orang-yang-enggan-masuk-surga&catid=85:opini&Itemid=134