Banyak orang mengecilkan nyalinya sendiri ketika ingin memulai sebuah usaha. Bermacam alasan yang membuat mereka menunda bahkan mengurungkan niat membuka usaha, ada yang mengatakan; ”Saya tidak punya uang untuk memulai usaha” tetapi dengan modal dengkul Ansori telah berhasil membeli sebidang tanah untuk didirikan rumah, dan memiliki mobil.
Logikanya, bisnis
pasti memerlukan modal uang, bukan modal dengkul. Jadi, mana mungkin
memulai bisnis dengan modal dengkul? Mungkin saja. Ingin tahu rahasianya?
Ternyata memulai suatu bisnis tidak harus selalu diawali dengan uang.
Uang memang penting, tetapi ternyata bukan yang terpenting. Ada empat
modal dasar yang harus dimiliki jika ingin memulai suatu usaha, yaitu keberanian, percaya diri, keyakinan dan ketekunan.
Banyak orang mengecilkan nyalinya
sendiri ketika ingin memulai sebuah usaha. Bermacam alasan yang membuat
mereka menunda bahkan mengurungkan niat membuka usaha, ada yang
mengatakan; ”Saya tidak punya uang untuk memulai usaha. Saya belum
memiliki cukup modal untuk berbisnis.”. Padahal untuk action berbisnis
tidak perlu menunggu sampai modal besar datang. Usaha bisa dimulai
dengan modal ”dengkul”.
Sebut saja Ansori, alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini memulai usahanya di bidang Event organizer sejak tahun 2004. Hal menarik lainnya dari bisnis Ansori adalah tidak perlu mengeluarkan modal uang untuk penyelenggaraan acaranya.
Modalnya hanya kemampuan membuat konsep kegiatan yang dituangkan dalam
bentuk proposal dan kemampuan menjual ide kepada pihak sponsor dan
publik yang jadi sasaran juga target pasar. Bagi orang yang lahir dari keluarga miskin
dan berasal dari desa sepertinya, bisnis tanpa modal uang tunai adalah
impian. Bayangkan saja, tanpa modal uang tunai saja Ansori bisa
mendapatkan untung. Itu yang membuat Ansori tak pernah putus semangat
mengejar impiannya.
Bagi Ansori, selain keberanian,
keyakinan dan ketekunan, untuk menjadi pengusaha juga harus punya rasa
percaya diri, dan tawakkal. Alasan seperti tersebut di atas telah cukup
dijadikan modal dasar dalam mengembangkan bisnis model ini. Itu semua
adalah modal yang paling berharga yang telah ia miliki. Tak perlu minta
uang dari rumah untuk membiayai usahanya, karena ia sadar berasal dari
keluarga yang sederhana. Tapi Ansori telah punya tekat untuk menata hidupnya
dengan usaha mandiri tanpa bergantung dari keluarganya. Ansori adalah
satu dari sekian banyak contoh pemuda yang survive hidup sebagai mahasiswa perantau dengan biaya kuliah dari usahanya sendiri sampai lulus, dan ia sosok pemuda gigih yang memiliki impian bisnis bermodal dengkul.
Untuk mengasah kreativitas dan menajamkan kemampuan Ansori sudah “magang” untuk sekedar menimba pengalaman
pada beberapa institusi event organizer sejak ia kuliah di Yogyakarta.
Kemudian ia kerap aktif terlibat dalam beberapa kepanitiaan, yang
membawa bendera event organizer yang berbeda. Sekedar menyebut beberapa
contoh, untuk kegiatan sepeda santai (fun bike) biasanya
ia bergabung dengan DINI ORGANIZER; untuk kegiatan pameran, ia
menyelinap dalam barisan MEDCOM; untuk Islamic book Fair ia tampil
dengan baju Syaka Organizer; selebihnya ia lebih banyak menggunakan
bendera Masjid Syuhada Yogyakarta. Bahkan pada yang terakhir ini, ia
telah berhasil mendirikan SYUHADA PRO, event organizer khusus kegiatan
bernuansa keagamaan. Di di Masjid Syuhada inilah ia juga bersemangat
untuk mengkader anak didik asrama di bawah angkatannya agar memiliki
jiwa wirausaha.
Mengembangkan bisnis di bidang promotor
dan event organizer telah lama Ansori impikan. Selain dinamis,
mengandalkan kreativitas, dinamika profitabilitas juga menarik (kalau
lagi untung, ya benar-benar untung, tapi kalau lagi rugi juga tak tanggung-tanggung). Bisnis macam ini sangat menantang baginya.
Bisnis di bidang promotor dan event
organizer yang mengkhususkan diri pada penyelenggaraan event-event
bernuansa keagamaan (baca: Islam) di awal tahun 2000 memang belum banyak
diseriusi pihak lain, sehingga kalau dijalankan, ini bisa dikatakan
sebagai distinctive competence (kompetensi unik). Rata-rata EO
yang lain, lebih banyak menyelenggarakan event umum, tanpa identitas
tertentu. Ini adalah salah satu alasan ansori saat itu untuk serius
menggeluti EO.
Ansori melihat
peluang hampir di semua perusahaan (misalnya perbankan, perhotelan dan
rumah sakit) telah mempunyai Bidang Pembinaan Kerohanian Islam
(Binrohis). Di Yogyakarta PT. Telkom, PLN, Pertamina, dan Bank Indonesia
adalah diantara yang mempunyai Binrohis yang cukup maju, dan mempunyai
dana yang besar. Masalahnya adalah, mereka mempunyai dana yang besar
tapi kesulitan menjalankan program kegiatan sebagai syi’arnya, karena
mereka pun sibuk bekerja.
Sudah sejak tahun 2001 ketika Ansori aktif di masjid Syuhada Yogyakarta, ia telah akrab dengan mereka para pemimpin perusahaan pemilik modal, ia pun tahu persis akan masalah
yang mereka hadapi yaitu sulit memanage kegiatan untuk menyalurkan dana
sosial perusahaan. Mereka itu, kalau ditawari kegiatan (event) yang
besar sekalian, yang nilai publisitasnya (baca: syi’ar) bagus, akan
dengan mudah menyetujuinya. Dan bagi Ansori hal tersebut adalah peluang,
yang kalau dikelola dengan baik bisa menjadi ladang bisnis yang subur.
Dari segi moment, setiap tahunnya mesti
terdapat kesempatan untuk menyelenggarakan event besar bernuansa
keagamaan. Katakanlah saja, ada bulan muharam (semangat hijrah dan tahun
baru Islam); ada bulan Rabi’ul Awwal (maulid nabi Muhammad); ada bulan
Rajab (Isra Mi’raj), ada bulan Ramadhan, dan sebagainya. Itu adalah
moment-moment penting yang bisa dikelola dengan baik untuk menggelar
event bernuansa keagamaan. Dan itu semua pasti ada dalam setiap
tahunnya. Moment itu pula yang bisa digunakan untuk mengedukasi pasar
sekaligus untuk mendorong mereka menikmati event yang diselenggarakan.
Dalam perspektif pasar, masyarakat
muslim dalam jumlah mayoritas di negeri ini, menjadikan program/event
yang bernuansa keagamaan (baca: Islam) akan mudah menemukan sasaran dan
target pasarnya. Dapat disimpulkan, bisnis yang Ansori impikan tersebut
cukup menjanjikan!.
Pada tahun 2005 bertepatan dengan bulan
maulid, Ansori diminta oleh Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD)
DIY untuk menyelenggarakan kegiatan yang cukup besar. Acara yang
diminta meliputi Dzikir Akbar Bersama Ustadz H. Arifin Ilham, Tabligh
Akbar Aa Gym, serta Konser Cak Nun & Kiyai Kanjeng. Rangkaian
kegiatan tersebut harus saya kemas sedemikian rupa, agar mempunyai
dampak nilai syi’ar yang “luar biasa”. Ini adalah prestasi yag luar
biasa dari jerih payahnya selama lima tahun sebelumnya mempromosikan
profesionalitasnya di kalangan para tokoh perusahaan besar di Yogyakarta.
Permintaan tersebut mempercepat langkah
Ansori untuk mendirikan lembaga bisnis miliknya sendiri. Bersama dua
orang rekanya, Ansori memberanikan diri mendirikan lembaga bisnis yang
akan bergerak di bidang tersebut. Perusahaan tersebut ia beri nama
CENTRA.
Sejak awal kuliah Ansori sudah terbiasa
mengelola kegiatan-kegiatan yang bernuansa keagamaan. Sekedar untuk
menyebut beberapa contoh, terhitung sejak tahun 2001 Ansori pernah
menggelar Konser Nasyid, Tabligh Akbar Aa Gym, Dzikir Arifin Ilham,
Dongeng Anak Bareng Kak Seto, dan sebagainya. Berkat pengalaman
tersebut, Ansori sering diminta oleh perusahaan-perusahaan untuk membuat
acara yang bernuansa keagamaan bagi mereka. Permintaan tersebut ia
maknai sebagai bentuk kepercayaan dari mereka (pemilik modal) kepadanya.
Bagi Ansori, memenuhi permintaan mereka tidaklah sulit, karena
pengalamanya lima tahun di Masjid Syuhada telah mengantarkan Ansori
untuk kenal dengan tokoh-tokoh yang harus ia jadikan mitra dalam
bisnisnya ke depan. Ansori telah mempunyai pengalaman dan kepercayaan.
Bagi siapapun yang berminat mengelola bisnis sejenis, harus mau menimba
pengalaman dan membangun kepercayaan dengan pihak lain, karena dua hal
tersebut juga modal penting selain modal dasar keyakinan yang harus
dimiliki sejak awal.
Sejak saat itu bisnis EO yang Ansori
gawangi namanya mulai berkibar, bahkan kegiatan yg di promotorinya sudah
merambah ke luar daerah jawa. Karena perkembangan kegiatan yang pesat,
Ansori mulai memetakan segmen. Ia tidak hanya menawarkan kegiatannya ke
perusahaan saja, tetapi Ansori mulai melebarkan sayap masuk ke dunia
pendidikan. Karena tidak hanya satu segmen maka ia merubah nama brand EO
yang semula CENTRA menjadi EDWISE EDUTAINMENT. Saat ini ia sedang
mengusung nama Kak Bimo pendongeng anak terkenal di Yogyakarta menjadi
icon pendongen anak tingkat nasional. Tidak hanya pendongen anak, Ansori
juga sedang mempromosikan nama pencinta dan pencipta lagu anak dari
Yogyakarta yaitu Kak Wuntat.
Dari hasil bisnis EO yang ditekuni ini,
Ansori telah berhasil membeli sebidang tanah untuk didirikan rumah, dan
juga sudah memiliki mobil Daihatsu Terios. Ansori percaya apa yang
diimpikan ini kalau dijalani dengan serius akan membawa hasil yang
optimal. Ia berharap bisnisnya tidak sekedar mendatangkan untung berupa
uang tetapi juga akan membawa maslahat untuk kebaikan umat.
Sepatutnyalah semangat bisnis Ansori yang dirintis dengan modal dengkul
ini bisa dijadikan proyek percontohan bagi generasi muda untuk mandiri
membuka usaha. Kiat dan kunci suksesnya bisa ditiru semua orang agar tidak takut untuk berbisnisSumer info
0 komentar:
Posting Komentar