“Masing-masing kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya…”(HR Al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW telah menetapkan tanggung jawab terhadap kaum lelaki (suami) dan perempuan (isteri) dalam ruang lingkup sebagai pemimpin yang berbeza di dalam sebuah keluarga. Suami sebagai pemimpin bertugas mengendalikan arah rumah tangga serta menjamin keperluan hidup sehari-hari seperti makanan, minuman dan pakaian serta bertanggungjawab penuh atas berjalannya seluruh fungsi-fungsi keluarga. Suami pula yang bertugas sebagai benteng dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun isteri berperanan sebagai pelaksana teknik tersedianya keperluan hidup keluarga serta penanggungjawaban harian atas terselenggaranya segala sesuatu yang memungkinkan fungsi-fungsi keluarga tersebut dapat dicapai. Berjalan atau tidak fungsi-fungsi keluarga secara adil dan memadai merupakan indikasi tercapai tidaknya keharmonian dalam keluarga. Namun, ibarat mengayuh perahu, keduanya harus saling padu dan bekerjasama agar biduk rumah tangga tidak terbalik. Fungsi-fungsi keluarga yang dimaksudkan adalah fungsi reproduksi (berketurunan), proteksi (perlindungan), ekonomi, sosial, pendidikan, afektif (kehangatan dan kasih sayang), rekreasi, dan fungsi keagamaan. Tugas utama serang isteri secara umum ada dua: (1) sebagai Ibu, yang berkaitan langsung dengan pemenuhan fungsi reproduksi serta fungsi pendidikan; (2) sebagai pengatur rumah tangga, yang berkaitan dengan pemenuhan fungsi-fungsi keluarga yang lainnya.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, peranan seorang ibu sangat besar dalam mewarnai dan rnembentuk dinamika zaman. Lahirya generasi-generasi bangsa yang unggul, kreatif, penuh inisiatif, bermoral tinggi, bervisi kemanusiaan, beretos kerja andal, dan berwawasan luas, tidak luput dari sentuhan peranan seorang ibu. Ibulah orang yang pertama kali memperkenalkan, menanamkan, dan mengakarkan nilai-nilai agama, budaya, moral, kemanusiaan, pengetahuan, dan keterampilan dasar, serta nilai-nilai luhur lainnya kepada seorang anak.
Dengan kata lain, peranan ibu sebagai pencerah peradaban, ”pusat” pembentukan nilai, atau “patokan” penafsiran makna kehidupan, tak seorang pun menyangsikannya. Namun, seiring gerak roda peradaban, peranan ibu sebagai pencerah peradaban bakal menemui tentangan yang semakin berat. Setidaknya ada dua tentangan mendasar yang harus dihadapi oleh seorang ibu di tengah dinamika peradaban global. Pertama, tentangan dalaman dalam lingkungan keluarga yang harus tetap menjadi sosok feminin yang lembut, penuh perhatian dan kasih sayang, serta sarat sentuhhan cinta yang tulus kepada suami dan anak-anak. Kedua, tentangan luaran di luar kehidupan rumahtangga seiring tuntutan zaman yang semakin terbuka terhadap masuknya nilai-nilai global yang menuntut dirinya untuk bersikap maskulin.
Dalam menyikapi dan menyiasati dua tentangan mendasar itu, seorang ibu jelas dituntut untuk semakin memaksimalkan peranannya, mengusahakan potensi dirinya sehingga mampu tampil feminin dan maskulin sekaligus dalam menerjemahkan selera zaman yang mustahil dihindarinya sebagai seorang ibu yang hidup pada era globalisasi. Ini ertinya, fitrah seorang ibu tidak hanya “dicairkan” dalam lingkup domestik, tetapi juga harus ditebarkan pada ranah publik, seiring dengan semakin kompleks dan rumitnya masalah-masalah yang harus diatasi.
Peranan ibu dalam mengukuhkan ketahanan keluarga adalah tugas yang berat, namun kerana Allah menciptakan perempuan sebagai ibu untuk memelihara kehidupan, ketahanan untuk memelihara kehidupan sudah built in dalam diri ibu. Hanya apakah para ibu menyedari potensinya atau tidak. Tatkala ibu bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga terbina keluarga yang berkualiti secara utuh dan menyeluruh, Allah telah menjanjikan balasan-Nya. Dalam mengukuhkan ketahanan keluarga, bermula dari keikhlasan, kesabaran dan keluasan ilmu, ibu harus siap memberikan keteladanan, membimbing, memotivasi dan membahu terhadap kebaikan dan bersama-sama memecahkan masalah keluarga dengan upaya dan doa.
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (iaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (Ar-Ra’du:22 – 23)
0 komentar:
Posting Komentar